Kamis, 21 November 2013

Bab 3. Macam-macam Organisasi dari Segi Tujuan



Organisasi Niaga

Organisasi Niaga adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan utama untuk
mencari keuntungan. Berikut adalah macam-macam organisasi niaga :

1)   Perseroan Terbatas (Pt)

Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT / persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.

·         Ciri dan sifat PT:
-      Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
-      Modal dan ukuran perusahaan besar
-      Kelangsungan hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham
-      Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
-      Kepemilikan mudah berpindah tangan
-      Mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai
-      Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen
-      Kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham
-      Sulit untuk membubarkan pt
-      Pajak berganda pada pajak penghasilan / pph dan pajak deviden

2)  Perseroan Komanditer (CV)

CV adalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial. Yang aktif mengurus perusahaan cv disebut sekutu aktif, dan yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif.

·         Ciri dan sifat cv :
-      Sulit untuk menarik modal yang telah disetor
-      Modal besar karena didirikan banyak pihak
-      Mudah mendapatkan kridit pinjaman
-      Ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan
-      Relatif mudah untuk didirikan
-      Kelangsungan hidup perusahaan cv tidak menentu

·         Jenis-jenis CV:
a.    Komanditer murni
Bentuk ini merupakan persekutuan komanditer yang pertama. Dalam persekutuan ini hanya terdapat satu sekutu komplementer, sedangkan yang lainnya adalah sekutu komanditer.

b.    Komanditer campuran
Bentuk ini umumnya berasal dari bentuk firma bila firma membutuhkan tambahan modal. Sekutu firma menjadi sekutu komplementer sedangkan sekutu lain atau sekutu tambahan menjadi sekutu komanditer.

c.    Komanditer bersaham
Persekutuan komanditer bentuk ini mengeluarkan saham yang tidak dapat diperjualbelikan dan sekutu komplementer maupun sekutu komanditer mengambil satu saham atau lebih. Tujuan dikeluarkannya saham ini adalah untuk menghindari terjadinya modal beku karena dalam persekutuan komanditer tidak mudah untuk menarik kembali modal yang telah disetorkan.

3)  Firma (FA)

Firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dalam mana tanggung jawab masing-masing anggota firma (disebut firmant) tidak terbatas; sedangkan laba yang akan diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi bersama-sama. Demikian pula halnya jika menderita rugi, semuanya ikut menanggung (Basu Swastha, 1988:55).

Menurut Manulang (1975) persekutuan dengan firma adalah persekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. Jadi ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu perusahaan. Nama perusahaan seperti umumnya adalah nama dari salah seorang sekutu.

Ketentuan-ketentuan tentang firma ini diatur dalam pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) yang bunyinya “Perseroan di bawah firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan di bawah nama bersama”.

Selain itu pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan inti dari firma yaitu bahwa tiap-tiap anggota saling menanggung dan untuk semuanya bertanggung jawab terhadap perjanjian firma tersebut. Agar lebih jelas, peraturan-peraturan tersebut diperkuat oleh pasal 16 dan 18 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bulgerlijk Wetboek) yang menyatakan bahwa persekutuan adalah suatu perjanjian, dimana dua orang atau lebih sepakat untuk bersama-sama mengumpulkan sesuatu dengan maksud supaya laba yang diperoleh dari itu dibagi antara mereka.

Walaupun para anggota mempunyai kesatuan nama dalam menjalankan usahanya dan perusahaan mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan masing-masing anggota, namun pada umumnya firma bukanlah badan hukum, melainkan sebagai sebutan dari anggota bersama-sama. Ini disebabkan karena masing-masing anggota dengan seluruh harta benda pribadinya bertanggung jawab atas semua utang perusahaan. Sedangkan badan hukum mempunyai pengertian bahwa tanggung jawab para anggota terhadap utang perusahaan itu hanya terbatas pada kekayaan dari badan hukum bersangkutan.

Untuk mendirikan persekutuan dengan firma, maka mereka yang bersekutu dapat mendirikan dengan membuat suatu akte resmi. Akte tersebut memuat tentang apa yang sudah disetujui mereka bersama-sama, seperti nama perusahaan yang mereka dirikan, besarnya modal tiap sekutu, dll. Selanjutnya akte tersebut harus didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan mengumumkan di dalam BNRI. Yang harus didaftarkan ialah akte pendiriannya atau sebuah ikhtisar resmi dari akte itu. Ikhtisar resmi tersebut memuat hal sebagi berikut:
1.     Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat kediaman para firmant (sekutu).
2.    Penunjukan tentang firma yaitu nama bersama dengan keterangan apakah persekutuan itu adalah umum atau terbatas untuk menjalankan sebuah cabang perusahaan.
3.    Penunjukan para firmant yang tidak dikuasakan menandatangani bagi persekutuan.
4.    Saat mulainya dan akan berakhirnya persekutuan.

Ikhtisar resmi dari akte pendirian itu sebagaimana sudah dikatakan harus diumumkan di dalam BNRI. Jika kedua tersebut diabaikan (tidak mendaftarkan dan mengumumkan), maka ini berarti bahwa persekutuan bekerja dalam segala lapangan, persekutuan didirikan untuk waktu yang tidak terbatas dan tiap sekutu berhak menandatangani dan berbuat perbuatan hukum bagi persekutuannya.

·         Ciri –ciri bentuk badan usaha firma:
a.    Anggota firma biasanya sudah saling mengenal dan saling mempercayai.
b.    Perjanjian firma dapat dilakukan di hadapan notaris maupun di bawah tangan.
c.    Memakai nama bersama dalam kegiatan usaha.
d.    Adanya tanggung jawab dan resiko kerugian yang tidak terbatas.


·         Kelebihan Firma:
a.    Jumlah modalnya relatif besar dari usaha perseorangan sehingga lebih mudah untuk memperluas usahanya.
b.    Lebih mudah memperoleh kredit karena mempunyai kemampuan finansial yang lebih besar.
c.    Kemampuan manajemen lebih besar karena adanya pembagian kerja di antara para anggota. Disamping itu, semua keputusan di ambil bersama-sama.
d.    Tergabung alasan-alasan rasional.
e.    Perhatian sekutu yang sungguh-sungguh pada perusahaan


·         Kekurangan Firma:
a.    Tanggung jawab pemilik tidak terbatas terhadap seluruh utang perusahaan.
b.    Pimpinan dipegang oleh lebih dari satu orang. Hal yang demikian ini memungkinkan timbulnya perselisihan paham diantara para sekutu.
c.    Kesalahan seorang firmant harus ditanggung bersama.

4)  Koperasi

Koperasi adalah merupakan singkatan dari kata ko/co dan operasi/operation. Koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang untuk bekerja sama demi kesejahteraan bersama. Berdasarkan undang-undang nomor 12 tahun 1967, koperasi indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang, badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Berikut di bawah ini adalah landasan koperasi indonesia yang melandasi aktifitas koprasi di indonesia.

-      Landasan Idiil = Pancasila
-      Landasan Mental = Setia kawan dan kesadaran diri sendiri
-      Landasan Struktural dan gerak = UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1

·         Fungsi koperasi:
1.     Sebagai urat nadi kegiatan perekonomian Indonesia
2.    Sebagai upaya mendemokrasikan sosial ekonomi Indonesia
3.    Untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia
4.    Memperkokoh perekonomian rakyat indonesia dengan jalan pembinaan koperasi

·         Peran dan tugas koperasi:
1.     Meningkatkan tarah hidup sederhana masyarakat Indonesia
2.    Mengembangkan demokrasi ekonomi di Indonesia
3.    Mewujudkan pendapatan masyarakat yang adil dan merata dengan cara menyatukan, membina, dan mengembangkan setiap potensi yang ada

5)  Joint Venture

Joint Venture adalah kerjasama diantara dua orang atau badan usaha atau lebih untuk mengusahakan tertentu.

·         Karakteristik joint venture:
a.    Waktunya terbatas
b.    Masing-masing pihak dapat menyerahkan kontribusi baik berupa uang atau barang
c.    Keuntungan atau kerugian dibagi sama
d.    Untuk pihak-pihak yang berjasa diperhitungkan terlebih dahulu bunga modal, komisi, bonus dan lain-lain
e.    Pimpinan usaha Joint Venture disebut ”managing partner” yang mempunyai kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan menyajikan laporan keuangan.

·         Terdapat dua metode akuntansi untuk Joint Venture, yaitu:
1.     Buku-buku diselenggarakan terpisah dari pembukuan masing-masing anggota
2.    Rekening-rekening tiap transaksi dicatat dalam buku masing-masing anggota
Akuntansi untuk joint venture yang diselenggarakan secara terpisah dari pembukuan masing-masing anggota joint venture dianggap sebagai unit usaha yang terpisah dari pemiliknya. Rekening-rekening pembukuan di dalam joint venture meliputi rekening-rekening Aktiva, Hutang, Pendapatan, Biaya-biaya dan Modal yang diselenggarakan untuk tiap-tiap anggota. Saldo kredit rekening modal anggota di dalam joint venture, pada prinsipnya harus sama dengan saldo debit ”Rekening Investasinya” di dalam pembukuan yang diselenggarakan oleh anggota yang bersangkutan.

Akuntansi untuk joint venture tidak diselenggarakan secara terpisah
Masing-masing anggota harus mempunyai rekening joint venture pada buku-bukunya. Rekening joint venture didebit untuk semua biaya-biaya, dan dikredit untuk semua pendapatan-pendapatan dari joint venture. Saldo kredit atau sebaliknya di dalam rekening joint venture merupakan laba atau sebaliknya rugi joint venture tersebut. Meskipun masing-masing partner mencatat transaksi-transaksi yang terjadi, pada buku managing partner tetap harus dibentuk rekening-rekening aktiva dan hutang joint venture tersendiri. Seperti misalnya, rekening-rekening : Kas-joint venture, Piutang-joint venture, Hutang-joint venture, dan lain-lain.

Masing-masing anggota selain managing partner hanya mencatat setoran modal (penyertaan) dari para anggota dan terjadinya transaksi biaya dan pendapatan-pendapatan yang mempengaruhi hak-hak penyertaan mereka. Sedang untuk transaksi-transaksi yang sifatnya hanya merupakan bentuk (konversi) dari aktiva yang satu ke aktiva yang lainnya atau dari hutang tertentu kepada hutang lainnya tidak dicatat di dalam rekening-rekening pembukuannya.

Kerjasama yang belum selesai (Uncomplete Venture), apabila pembukuan joint venture tidak diselenggarakan secara terpisah. Apabila sampai pada akhir periode akuntansi, suatu persetujuan joint venture belum bisa diakhiri, untuk keperluan penutupan buku-buku masing-masing partner, maka perlu ada perhitungan laba (rugi) joint venture. Menurut ketentuannya joint venture baru dapat menghitung rugi laba, apabila usaha yang menjadi obyeknya sudah selesai. Apabila joint venture diadakan diantara pengusaha-pengusaha atau perusahaan yang sudah memiliki pembukuan yang sudah teratur, maka pada tiap-tipa akhir periode akuntansi perlu keterangan yang lengkap tentang hasil-hasil operasi perusahaan seluruhnya. Dalam hal pembukuan joint venture tidak diselenggarakan secara terpisah, maka hak-hak para anggota di dalam joint venture pada setiap saat dapat ditentukan (dihitung) dari saldo rekening-rekening yang menyangkut aktivitas joint venture. Hak-hak para anggota adalah merupakan selisih antara jumlah komulatif semua rekening yang mempunyai saldo debit dengan jumlah komulatif semua rekening yang mempunyai saldo kredit dari pembukuan yang diselenggarakan oleh anggota yang bersangkutan

6)  Trust

Suatu bentuk penggabungan atau kerjasama perusahaan secara horizontal untuk membatasi persaingan maupun rasionalisasi dalam bidang produksi dan penjualan.

7)  Kartel

Kartel adalah bentuk kerjasama perusahaan dengan produksi barang dan jasa sejenis yang didasarkan perjanjian bersama untuk mengurangi persaingan. Kartel di bagi dalam beberapa bentuk: Kartel Kondisi (syarat), Kartel Harga, Kartel Produksi, Kartel Daerah dan Kartel Pembagian Laba.

8)  Holding Company / Perusahaan Induk

Perusahaan yang berbentuk corp, yang menguasai sebagian besar saham dari
beberapa perusahaan.


Organisasi Sosial

Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

-      Organisasi Normatif: Pihak elit menjalankan organisasi/mengawasi anggota lebih dominan menggunakan kekuasaan normatif (persuasif). Bentuk partisipasi anggota adalah dengan komitmen moral.
-      Organisasi Utilitarian: Pihak elit mengawasi anggota dominan menggunakan kekuasaan utilitarian. Partisipasi anggota berdasarkan komitmen perhitungan yaitu pemikiran hubungan bisnis, sangat perhitungkan untung rugi.
-      Organisasi Koersi: Pihak elit menggunakan kekuasaan koersi dalam mengawasi anggotanya. Koersi adalah segala jenis paksaan, ancaman, dan intimidasi yang digunakan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Proses Pembentukan Kelompok dan Organisasi Sosial
Pada dasarnya, pembentukan kelompok dan organisasi sosial dapat diawali dengan adanya persepsi, perasaan atau motivasi, dan tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut:

-      Persepsi: Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan intelegensi yang dilihat dari pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu atau lebih punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
-      Motivasi: Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok. Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa memotivasi diri unuk maju.
-      Tujuan: Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.
-      Organisasi: Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat diselesaikan secara lebih efesien dan efektif.
-      Independensi: Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok. Kebebasan disini merupakan kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide, pendapat, serta ekspresi selama kegiatan. Namun demikian kebebasan tetap berada dalam tata aturan yang disepakati kelompok.
-      Interaksi: Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok, karena dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang pengetahuan tersebut.

Organisasi Regional Dan Internasional

Berikut merupakan sari pemikiran yang dirangkum dari tulisan J. G. Merrills, “Regional Organizations”, dalam bukunya, “International Dispute Settlement”, Bab 11, Hal. 279-307 yang diterbitkan oleh Cambridge University Press di New York, Amerika Serikat, pada tahun 2005. Pada bab ini, Merrills memusatkan pembahasannya pada Organisasi Regional dan aspek-aspek yang berkaitan dengan penyelesaian konflik regional, seperti peran Organisasi Regional dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi antara negara-negara anggotanya, batas kemampuan Organisasi Regional dalam upaya penyelesaian sengketa, proses ajudikasi, dan pola hubungan yang terbentuk antara Organisasi Regional dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya Dewan Keamanan.

Ruang Lingkup Organisasi Regional
Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.

Uni Eropa, Organisasi Regional paling maju saat ini, memiliki European Court of Justice, organ khusus yang bertanggung jawab atas setiap upaya penyelesaian sengketa antara negara-negara anggota Uni Eropa, yang yurisdiksinya mencakup seluruh negara anggota, organ-organ penting dalam masyarakat dan warga negara sah dari negara-negara anggota. Hal ini dijelaskan dalam the Treaty of Amsterdam (1997) yang mulai diberlakukan pada tahun 1999.

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation – NATO) yang didirikan pada tahun 1949 juga memiliki prosedur penyelesaian konflik antara negara-negara anggotanya. Pada 1956, organ utama NATO, Dewan Atlantik Utara, merumuskan suatu komitmen yang menggariskan bahwa, sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui jalur negosiasi langsung harus disampaikan dan dibahas dengan prosedur dan dalam forum NATO sebelum dibawa ke organisasi internasional di luar NATO. Resolusi tersebut juga menyebutkan bahwa Sekjen maupun negara-negara anggota memiliki hak dan kewajiban untuk meminta perhatian dewan mengenai ancaman-ancaman yang dapat mempengaruhi solidaritas dan efektifitas aliansi. Lebih lanjut, Sekjen diberikan wewenang sebagai fasilitator yang dimandatkan untuk menyelenggarakan penyelidikan, mediasi, atau arbitrasi bagi negara-negara anggota yang berkonflik.

Pakta Warsawa yang didirikan oleh Uni Soviet dan meliputi sebagian besar Eropa Timur, memiliki suatu wadah kerjasama ekonomi yang didirikan pada 1949, yaitu Council for Mutual Economic Aid, namun tanpa sebuah organ penyelesaian sengketa. Organisasi ini kemudian hancur seiring runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin dan digantikan oleh Commonwealth of Independent States (CIS) yang dipimpin oleh Federasi Rusia.

Banyak Organisasi Regional lain yang masing-masingnya memiliki prosedur penyelesaian sengketa tersendiri yang dirumuskan dengan berpedoman pada perjanjian yang telah disepakati oleh negara-negara anggotanya, seperti; Conference on Security and Cooperation in Europe (CSCE) yang kemudian berubah menjadi Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE); Organization of American States (OAS) dengan ketentuan penyelesaian konflik yang tertuang jelas dalam Pakta Bogota; Organization of African Union (OAU); dan Organization of the Islamic Conference (OIC), yang masing-masingnya memiliki organ tersendiri dalam upaya penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara-negara anggotanya.

Peran organisasi regional dalam menyelesaikan sengketa
Dalam menyelesaikan sengketa internal kawasan, salah satu peran utama Organisasi Regional adalah untuk menjadi wadah konsultasi, menyelenggarakan dan menyediakan suatu forum negosiasi bagi negara-negara anggota baik dalam situasi konflik maupun dalam kondisi yang berpotensi menimbulkan konflik.

Peran ini secara nyata dapat dilihat dalam Perang Cod, konflik batas perairan Inggris-Islandia yang meletus pada 1961 dan 1976. Konflik pertama dapat diredakan melalui negosiasi yang digagas oleh NATO. Konflik kedua berhasil diselesaikan melalui Pertemuan Tahunan Menteri Luar Negeri Negara-Negara Anggota NATO yang diselenggarakan di Oslo yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Norwegia bersama Sekjen NATO kala itu. Negosiasi ini berujung pada kesepakatan kedua negara untuk mengakhiri pertikaian. Peran yang relatif sama juga tampak pada sengketa perbatasan Aljazair-Maroko tahun 1963. Di sini, OAU membentuk suatu komisi ad hoc dan menyelenggarakan beberapa pertemuan yang diikuti oleh kedua negara yang bersengketa, bertujuan untuk membahas masalah penarikan pasukan, pengembalian tawanan perang dan perbaikan hubungan diplomatik.

Organisasi Regional juga kadang berperan sebagai mediator dalam konflik-konflik internal kawasan. Dengan wewenangnya, Organisasi Regional merancang sebuah prosedur resolusi konflik untuk menyelesaikan perselisihan antara negara-negara anggota. Contohnya; OAS yang bertindak sebagai mediator dalam sengketa Honduras-Nicaragua pada tahun 1957 perihal keputusan arbitrase Raja Spanyol. Pasca pengaduan kedua negara yang bersengketa, OAS menyelenggarakan sebuah pertemuan khusus dan meminta kedua negara yang bersengketa untuk menghentikan tindakan-tindakan provokatif yang dapat mempertajam konflik. OAS kemudian membentuk sebuah komite yang terdiri dari perwakilan lima negara anggota yang bertugas untuk mempelajari sengketa tersebut. Komite ini kemudian mengunjungi kedua negara dan meminta kedua negara untuk menandatangani kesepakatan genjatan senjata dan penarikan pasukan masing-masing. Komite kemudian juga ditugaskan untuk merumuskan prosedur resolusi konflik untuk menyelesaikan sengketa ini. Walaupun pada akhirnya usaha ini terbukti gagal, namun upaya mediasi yang dilakukan OAS berhasil meredakan ketegangan yang ada. Upaya mediasi juga dilakukan oleh CSCE/OSCE dalam sengketa wilayah Dneister pada tahun 1993. Di sini, CSCE sebagai mediator, menetapkan otonomi bagi Dneister di bawah otoritas pemerintah Moldova dan penarikan pasukan Rusia dari wilayah ini. Pada prakteknya, proses mediasi oleh Organisasi Regional dapat didelegasikan kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap mampu. Seperti dalam sengketa Tanzania-Uganda tahun 1972, di mana Kepala Negara Somalia diberi mandat sebagai mediator dengan didampingi oleh Sekjen OAU.

Organisasi regional juga dapat melakukan penyelidikan terhadap konflik yang terjadi antara negara-negara anggotanya. Nantinya, hasil penyelidikan ini akan digunakan untuk merumuskan resolusi konflik yang dianggap paling efektif untuk diterapkan. Misalnya pada sengketa perbatasan Bolivia-Paraguay tahun 1929. Penyelidikan dilakukan oleh The Chaco Commission yang dibentuk oleh Conference of American States atas mandat yang diberikan oleh OAS. Contoh lain, Inter-American Commission, yang ditugaskan untuk menyelidiki penyebab sengketa Haiti-Republik Dominika tahun 1937.

Pengiriman Pasukan Penjaga Perdamaian merupakan peran lain yang juga dimainkan oleh Organisasi Regional. Beberapa contoh kasus; pengiriman pasukan penjaga keamanan CIS di Georgia pada masa kekosongan pemerintah sipil tahun 1994; dikirimnya pasukan penjaga perdamaian ECOWAS yang didukung oleh Dewan Keamanan PBB di Sierra Leone (1997), Ivory Coast (2003), dan Liberia (2003); operasi penjaga perdamaian yang dilakukan oleh CEMAC pada tahun 2002 menggantikan pasukan CEN-SAD yang telah berada di sana sejak 2001; pasukan penjaga perdamaian yang dikirim oleh OAU ke Darfur, bagian barat Sudan, untuk mendampingi peneliti-peneliti Uni Afrika yang berada di sana.


Batas Kemampuan Organisasi Regional
Keterikatan Organisasi Regional pada batas-batas geografis kawasan melemahkan kemampuannya untuk menyelesaikan konflik intra-regional hingga ke titik terendah. Dalam bahasa sederhana, Organisasi Regional bukan pilihan yang tepat untuk meredakan konflik yang terjadi antara negara anggotanya dengan negara anggota Organisasi Regional lain.
Faktanya, dalam konflik-konflik seperti ini, kehadiran Organisasi Regional cenderung mempertajam konflik yang ada. Konflik Argentina- Inggris dalam sengketa Falklands adalah contoh nyata dari kelemahan ini. Dalam kasus ini, kedua pihak yang bertikai justru memanfaatkan keanggotaan mereka untuk memobilisasi kekuatan dan mencari dukungan. Pada akhirnya, konflik ini harus diselesaikan oleh PBB.

Organisasi Regional tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam konflik domestik negara-negara anggotanya, konflik seperti; revolusi, perang sipil, dan peristiwa merusak lainnya. Mereka tidak memiliki yurisdiksi untuk itu, mereka dirancang untuk mengatur dan menjembatani hubungan antara negara-negara anggotanya, bukan mencampuri urusan internal negara-negara anggotanya.
Hal ini akan sangat berpengaruh apabila konflik internal tersebut menyebar hingga ke negara tetangga dan pada akhirnya mengancam stabilitas keamanan kawasan. Dapat dilihat, Ketidakmampuan dan keengganan Organisasi Regional untuk terlibat dalam urusan-urusan domestik negara anggota pada akhirnya akan membahayakan eksistensi Organisasi Regional itu sendiri.

Loyalitas dan solidaritas negara anggota yang sangat dipengaruhi oleh hubungan antar negara, kepentingan nasional dan kesamaan atau perbedaan latar belakang budaya dalam sebuah Organisasi Regional seringkali menghalangi upaya penyelesaian sengketa yang ditangani oleh Organisasi Regional tersebut.

Memang, dalam perjanjian kerjasama mereka, hubungan negara-negara anggota terlihat kuat dan solid. Namun pada prakteknya, kesatuan yang ada antara mereka tidak sekokoh seperti yang tertuang dalam konstitusi mereka. Dalam kasus Falklands, negara-negara anggota OAS yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya, lebih mendukung Inggris daripada Argentina, yang pada akhirnya menghancurkan kebulatan suara organisasi tersebut. Kasus lain, perbedaan latar belakang budaya -dalam hal ini, ideologi- menyebabkan dihentikannya Pertemuan Tahunan Dewan OAU tahun 1982. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tajam yang ada antara negara-negara anggota berhaluan moderat dengan negara-negara anggota berhaluan radikal.

Minimnya dana dan keterbatasan sumberdaya Organisasi Regional menyebabkan Organisasi Regional menjadi sangat bergantung pada sumberdaya yang dimiliki oleh negara anggota dalam setiap upaya penyelesaian konflik.

Hal ini jelas akan membatasi peran dan ruang gerak Organisasi Regional tersebut. Contoh nyata dari kasus ini adalah kegagalan pasukan penjaga perdamaian OAU yang dikirim ke Chad pada tahun 1982, di mana kekurangan logistik dan finansial merupakan salah satu faktor utama kegagalan misi tersebut.

Organisasi Regional Dan Ajudikasi
Ajudikasi adalah proses pengajuan penyelesaian sengketa antara dua negara yang tidak mampu diredakan oleh prosedur resolusi konflik yang dirumuskan oleh Organisasi Regional ke lembaga peradilan yang lebih tinggi seperti Mahkamah internasional (International Court of Justice). Hal ini didasarkan pada Piagam PBB, Bab VI: mengenai Penyelesaian Sengketa Secara Damai, Bab VIII: mengenai Kerjasama Regional, dan Bab XIV: mengenai Mahkamah Internasional. Proses ajudikasi hanya dapat dilakukan apabila pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk mengajukan sengketa mereka ke lembaga peradilan yang lebih tinggi, dan tidak terdapat pelanggaran terhadap isi dari regulasi regional, perjanjian regional atau prosedur regional yang telah disepakati bersama.

Proses di atas dapat dilihat dari sengketa Honduras-Nicaragua dalam kasus Border and Transborder Armed tahun 1988. Kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional oleh Nikaragua, yang menuduh bahwa Honduras memberi ruang bagi kelompok bersenjata untuk beroperasi di wilayah mereka. Sebelum menyentuh kasus ini, Mahkamah Internasional terlebih dahulu meninjau apakah pengajuan sengketa bertentangan dengan prosedur regional yang ada, mendengarkan pendapat negara-negara anggota yang keberatan dengan pengajuan tersebut, selanjutnya meminta persetujuan Honduras atas sengketa yang diajukan oleh Nicaragua, untuk kemudian diselesaikan. Kasus lain yang juga berkaitan yaitu sengketa Kamerun-Nigeria dalam kasus The Land and Maritime Boundary, Kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional oleh Kamerun. Di sini, Mahkamah Internasional sekali lagi harus mempertimbangkan peran prosedur regional dalam sengketa teritotial dan persetujuan kedua belah pihak yang bertikai sebelum memulai proses penyelesaian konflik secara damai.

Dalam kaitannya dengan ajudikasi, Organisasi Regional dapat memberikan dukungan bagi berjalannya proses ajudikasi, yaitu dengan memberikan tekanan dan membujuk pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui jalur ajudikasi, kemudian mendorong pihak-pihak yang bertikai untuk melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan bagi mereka, atau membantu mereka untuk melaksanakannya. Hubungan ini diilustrasikan dengan baik melalui sengketa Honduras-Nicaragua pada tahun 1957 perihal keputusan arbitrase Raja Spanyol. Dalam kasus ini, OAS menjalankan fungsinya dengan membujuk Honduras dan Nikaragua untuk mengajukan sengketa mereka ke Mahkamah Internasional, kemudian, saat Mahkamah Internasional telah mengeluarkan keputusan, OAS membantu mereka melaksanakan putusan tersebut.

Organisasi Regional Dan Pbb
Dalam Piagam PBB, masalah kerjasama regional dijelaskan dalam Bab VIII, Piagam PBB, Pasal. 52-54, yang secara umum menyebutkan bahwa tidak ada penolakan dari PBB bagi eksistensi Organisasi Regional, sejauh Organisasi Regional tersebut dapat menciptakan, menjaga dan memelihara keamanan dan perdamaian dunia khususnya di tingkat regional sesuai dengan apa yang tertuang dalam Bab I, Piagam PBB, Pasal. 1-2, serta berupaya penuh untuk menerapkan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Bab VI, Piagam PBB, Pasal. 33-38, dengan bantuan Dewan Keamanan. Dalam bab yang sama, wewenang Organisasi Regional dibatasi, seperti dijelaskan dalam Bab VIII, Pasal. 53, yang menyatakan bahwa ‘tidak ada pengambilan tindakan yang boleh dilakukan di bawah kesepakatan regional atau oleh badan regional tanpa otorisasi Dewan Keamanan’.

Akan tetapi pada masa Perang Dingin, tugas Organisasi Regional sebagai perpanjangan tangan dewan keamanan tidak berjalan efektif disebabkan oleh pertentangan dua negara adidaya yang saling menerapkan prinsip self-serving dalam menafsirkan ketentuan-ketentuan di atas. Dua negara ini memanfaatkan Organisasi Regional sebagai basis penyebaran pengaruh mereka. Ini dibenarkan oleh Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali melalui laporannya dihadapan Dewan Keamanan Pada tahun 1992 yang berjudul An Agenda for Peace. Ia menyebutkan bahwa, ’Perang Dingin mengganggu penerapan Bab VIII piagam PBB, dan bahwa di era tersebut kerjasama regional tidak mampu melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara yang telah diatur dalam Piagam’.

Namun dengan berlalunya Perang Dingin, kemungkinan kerjasama antara Organisasi Regional dengan PBB kembali terbuka. Dorongan ini timbul dari argumen Sekjen yang menyebutkan bahwa badan-badan regional memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan fungsi pemeliharaan keamanan seperti yang tertuang dalam An Agenda for Peace. Antara lain; diplomasi preventif, pengiriman pasukan penjaga perdamaian, rekonsiliasi pasca-konflik dan pembangunan.

Sebagaimana telah diindikasikan oleh Sekjen, kerjasama antara Organisasi Regional dan PBB sangat bermanfaat terutama dalam situasi yang membutuhkan pasukan penjaga perdamaian atau aksi serupa. Sejumlah kasus menunjukkan bagaimana dua lembaga ini dapat melakukan fungsi yang saling melengkapi. Misalnya; Pengiriman pasukan PBB (ONUCA) oleh Dewan Keamanan saat proses Contadora berlangsung di Amerika Tengah; dukungan yang diberikan oleh PBB kepada Pasukan Penjaga Perdamaian yang dikirim oleh ECOWAS dalam krisis Liberia; dan koordinasi antara pasukan CIS dengan Tim Pemantau PBB yang diawasi oleh Dewan Keamanan di Georgia; serta dukungan PBB kepada OAS dalam penyelesaian sengketa Haiti.

Beberapa tahun terakhir, Kerjasama antara PBB dan Organisasi Regional menjadi semakin luas dengan banyaknya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan. Namun di sisi lain, meskipun kerjasama ini sangat berharga, keterlibatan Dewan Keamanan hanya akan diperlukan jika langkah-langkah regional tidak memadai. Organisasi Regional, seperti yang telah dilihat, kadang memberikan konstribusi kostruktif terhadap penyelesaian sengketa tanpa bantuan dari luar. Mendorong organisasi regional untuk menggunakan sumber daya mereka sendiri memungkinkan PBB untuk memusatkan perhatiannya pada sengketa-sengketa intra-regional, dan dengan demikian tercipta suatu divisi kerja yang bermanfaat. Stigma bahwa Dewan Keamanan harus selalu terlibat, sebaliknya, akan cenderung menghambat tugas dan mengecilkan tanggung jawab Organisasi Regional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar